JOIN MSF

SEJARAH SINGKAT

Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus (Congregatio Missionariorum a Sacra Familia) didirikan oleh Pater Berthier, MS pada tanggal 28 September 1895 di Grave, Belanda. Pada waktu itu, Pater Berthier mempunyai keprihatinan akan banyaknya pemuda yang ingin menjadi imam, tetapi karena faktor usia dan kemiskinan, mereka tidak bisa masuk seminari. Karena tersentuh oleh sabda Tuhan Yesus:”Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit” (Mat 9:37), Pater Berthier mengumpulkan para pemuda itu dan mendidik mereka menjadi calon misionaris. Dengan mendirikan Kongregasi Keluarga Kudus, Pater Berthier hendak mengambil bagian dalam pengutusan Gereja serta menarik banyak orang muda untuk mengabdikan diri kepada pengutusan tersebut sebagai misionaris.

Kongregasi MSF adalah Kongregasi Kepausan yang bersifat internasional. Para Misionaris Keluarga Kudus harus siap diutus ke berbagai penjuru dunia, seperti negara-negara Eropa (Perancis, Belanda, Jerman, Swiss, Spanyol, Polandia, dll), Amerika Serikat, Amerika Latin (Brasil, Chili, Argentina, Bolivia, dll), Afrika (Madagaskar), Asia-Oseania (Indonesia, Papua Nugini, dll).

SPIRITUALITAS

Pater Berthier memilih Keluarga Kudus Nazareth sebagai teladan hidup bagi seluruh anggota kongregasinya. Dalam Keluarga Kudus, Putera Allah telah menjadi manusia dan bertambah besar sebagai utusan Bapa untuk memancarkan cahaya Injil. Dalam Keluarga Kudus, jawaban manusia atas anugerah Allah mendapatkan ungkapannya yang paling jelas. Dalam Keluarga Kudus, Yesus dipersiapkan menjadi misionaris Bapa. Dengan demikian, Keluarga Kudus menjadi suri teladan bagi para anggota Misionaris Keluarga Kudus: Suatu amanat agar semua anggota mewujudkan kesatuan persaudaraan dalam Kristus dan sekaligus suatu penugasan untuk menuntun semua orang masuk kedalam satu Keluarga Bapa.

PELINDUNG

Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus meletakkan diri dan seluruh karya pelayanannya kedalam perlindungan Bunda Maria La Salette. Bunda Maria La Salette disebut bunda Rekonsiliasi (Bunda Pendamai). Pada tahun 1846 Bunda Maria manampakkan diri kepada dua gembala kecil, Maximin Giraud dan Melanie Calvat di Gunung La Salette dengan membawa pesan pertobatan.

KARISMA

Karisma atau cita-cita Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus seperti yang diamanatkan oleh Pater Berthier, dikembangkan kedalam tiga kerasulan MSF, yaitu:

  1. Kerasulan Misioner: Menurut maksud Pendiri dan sesuai dengan tradisi yang teruji, Kongregasi secara khusus memilih pelayanan misioner untuk menyebarkan kabar gembira Kristus ditengah umat manusia sebagai tujuan. Inilah landasan kerasulan misioner yang dipakai dalam Kongregasi MSF. Semangat misioner merasuki hidup dan pengabdian setiap anggota MSF. Menjadi misionaris berarti siap diutus, tidak lekat pada tempat dan bidang karya, siap sedia untuk membaktikan diri di tempat-tempat yang sulit dimana Gereja belum atau tidak lagi dapat hidup. Cara hidup misionaris MSF diwarnai oleh tugas mereka dalam kongregasi sendiri, dan juga pengabdian mereka bagi Gereja setempat.
  2. Kerasulan Panggilan: Tujuan kerasulan panggilan pertama-tama untuk menumbuhkan dan memupuk panggilan menjadi imam, bruder, dan suster. Kerasulan panggilan juga terarah kepada para imam, religius, dan siapa saja yang secara khusus mengabdikan diri kepada Gereja. Dengan karya kerasulan panggilan ini, kongregasi MSF ingin membantu menyediakan dan mempersiapkan pelayan-pelayan khusus bagi Gereja (khususnya: pembinaan dan pendidikan imam-religius) untuk mengabdi dan melayani Tuhan serta untuk menjadikan Gereja semakin berkembang.
  3. Kerasulan Keluarga: selaras dengan maksud Pater Berthier mendirikan MSF, kerasulan keluarga juga merupakan bagian dari kerasulan panggilan (DU. 09 dan K. 4). Panggilan misioner akan dapat tumbuh subur didalam keluarga yang kehidupan kristianinya mantap. Oleh karena itu kerasulan keluarga mendapat perhatian khusus, sekaligus sebagai penunjang upaya membina panggilan hidup Kristen.

 

JENJANG-JENJANG PENDIDIKAN IMAM MSF

 

1. POSTULAT:

a) Para calon (kandidat) yang datang dari SMU (SLTA atau yang sederajad, termasuk yang sudah studi di Perguruan Tinggi dan yang sudah bekerja) pertama-tama harus mengikuti terlebih dahulu masa Postulat di Seminari Berthinianum – Salatiga.

Masa Postulat ini lamanya 1 (satu) tahun. Selama masa Postulat para postulan/Berthinianis akan mendapatkan materi-materi pendidikan yang biasanya diberikan di Seminari Menengah, al. Pengetahuan Kitab Suci; liturgi Gereja; Sejarah Gereja; Pengetahuan dan pendalaman agama, bahasa Latin, bahasa Inggris, bahasa Indonesia: kecakapan mengarang artikel, dll. Diberikan juga bimbingan rohani dan pembinaan kepribadian.

b) Bagi calon-calon yang datang (atau lulusan) dari Seminari Menengah atau KPA, apabila tidak ada pertimbangan khusus dari pihak team penerima, biasanya dapat langsung mengikuti jenjang pendidikan di Novisiat.

 

2. NOVISIAT

Masa Novisiat berlangsung selama satu tahun penuh di Salatiga. Selama masa Novisiat ini para novis (anggota baru) dipersiapkan untuk nantinya cakap menghayati hidup sebagai religius dan calon imam MSF.

Menjelang selesainya masa Novisiat, setiap novis boleh mengajukan surat lamaran kepada Romo Propinsial untuk diperbolehkan mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan: kemurnian, kemiskinan, ketaatan. Setelah permohonan itu dikabulkan, novis yang bersangkutan boleh meneruskan pendidikan di Skolastikat -Yogyakarta.

3. SKOLASTIKAT

Masa pendidikan di Skolastikat (program studi S1 Filsafat dan Teologi) berlangsung selama empat (4) tahun. Selama masa empat tahun ini para skolastik (frater yang sudah berkaul sementara) akan menjalankan studi Perguruan Tinggi Filsafat dan Teologi Wedabhakti (FTW) Universitas Sanata Dharma, di Kentungan – Yogyakarta.

TAHUN ORIENTASI PASTORAL (TOP)

Pada masa Tahun Orientasi Pastoral (TOP) ini, para frater yang lulus program studi S1 akan menjalani latihan pastoral (pastoral training) di tempat-tempat/paroki-paroki MSF (dalam atau luar negeri) yang akan ditentukan. Masa TOP ini bisa berlangsung satu atau dua tahun. Masa TOP berlangsung 1 tahun bila dijalani di dalam negeri. Sedangkan bila dijalani di luar negeri, maka masa TOP berlangsung selama 2 tahun.

SESUDAH MASA TOP

Setelah selesai menjalani masa TOP, para frater yang menjalani TOP kembali lagi ke Skolastikat untuk melanjutkan studi S2 teologi selama dua tahun (tingkat V dan VI).

Bagi frater yang telah berada di tingkat V, diberi kesempatan untuk memohon mengikrarkan kaul kekal (menjadi anggota tetap MSF).

Selanjutnya untuk para frater tingkat VI yang sudah mengikrarkan kaul kekal, boleh mengajukan permohonan untuk ditahbiskan menjadi diakon dan imam. (bagi Bruder MSF ada pembinaan khusus).

Sebelum frater yang bersangkutan ditahbiskan menjadi imam, biasanya ada waktu beberapa bulan untuk menjalankan masa diakonatnya.

 

 

 

Bagi Anda yang tertantang untuk menjadi Misionaris:

Kongregasi Para Misionaris Keluarga Kudus membuka kesempatan bagi Anda untuk mewujudkan mimpi Anda menjadi seorang imam maupun bruder misionaris. Maka, bila Anda:

1.  Pemuda (Pria lajang) usia 17 s/d 32 tahun dan sudah (atau akan) lulus SMA (sederajat), atau yang sudah lulus Perguruan Tinggi, atau yang sudah bekerja.

2. Sudah baptis Katolik minimal 3 tahun (atau 2 tahun asalkan yang bersangkutan sudah cukup lama mengikuti pelajaran agama Katolik dan aktif dalam kegiatan paroki, lingkungan, atau wilayah).

3. Sehat fisik dan psikis (ada surat keterangan dari dokter Rumah Sakit Katolik).

4. Bersedia menjalani pendidikan dan pembinaan untuk menjadi imam dan biarawan misionaris dalam Kongregasi  MSF.

Maka siapkan:

a) Surat ijin / mengetahui dari orangtua (wali).

b) Photocopy Akta Kelahiran atau Surat kenal lahir.

c) Photocopy STTB (SD-SMA/SMK) dan / ijazah pendidikan terakhir dan rapor SMA/SMK.

d) Photocopy surat Baptis dan Penguatan.

e) Surat keterangan kesehatan dari RS Katolik.

f) Pas foto ukuran 3 x 4 sebanyak 6 lembar.

 

Untuk mendapatkan Informasi lebih lanjut, hubungi saja alamat-alamat MSF berikut ini:

Propinsialat MSF – Jawa: Jl. Guntur 20 Semarang 50232, Telp. (024) 8313459, Fax. (024) 414846.

Biara Nazareth: Jl. Kaliurang Km. 7,5 atau Alamat pos: Tromol Pos 2 Yogyakarta 55002, Telp. (0274) 885702, Fax. (0274) 885702.

Biara Betlehem (Postulat-Novisiat MSF): Jl. Cemara 41-A, Salatiga 50714, Telp. (0298) 322772- 322382.

Pastoran Sungailiat. Jl. Jendral Sudirman 36 Sungailiat 33211, Pangkalpinang, Bangka. Telp (0717) 92268.

Pastoran Lewolaga dan Lato. d/a Keuskupan San Dominggo. Jl. Mgr. Miguel Rangel 1-2. PO BOX 4 Larantuka 86213, Flores Timur, NTT

Semua paroki yang dilayani oleh para anggota MSF di Indonesia.

Informasi lebih lanjut bisa ditanyakan kepada:

Promotor Panggilan MSF: 0821 3334 8444

 

 

Dipublikasi di MSF | Meninggalkan komentar

Maria dari La Salette

La Sallete adalah sebuah desa di dekat Corps, sebuah kota kecil di antara kota Grenoble dan Gab, Perancis. Pada pertengahan abad ke-19,  desa yang dikelilingi oleh perbukitan ini dihuni oleh ± 600 petani miskin. Penyebab kemiskinan penduduk yang tinggal di desa La Sallete adalah panenan yang gagal dan munculnya banyak wabah penyakit. Selain kesulitan dalam hal ekonomi, kehidupan beriman umat di La-Sallete juga mengalami kelesuan. Umat pada umumnya pergi ke gereja karena rutinitas belaka.

Dalam situasi umat yang demikian inilah, pada tanggal 19 September 1846, Bunda Maria menampakkan diri kepada dua anak yang sedang menggembalakan kawanan domba. Kedua anak itu adalah Maximin Giraud dan Melani Calvat. Ketika sedang menggembalakan domba, mereka melihat suatu cahaya kemilau yang lebih cemerlang dari matahari. Sementara mereka mendekat, mereka melihat seorang wanita duduk di atas sebuah batu karang dan menangis, wajahnya dibenamkan ke dalam kedua tangannya. Dengan berurai air mata,wanita itu berdiri dan berbicara kepada anak-anak dalam dialek Perancis setempat. Ia mengenakan pengikat kepala dengan rangkaian mawar sekelilingnya, gaun yang bersinar dengan cahaya dan alas kaki berpinggiran bunga-bunga mawar. Di sekeliling pundaknya tergantung sebuah rantai yang berat, sedangkan di lehernya tergantung sebuah salib yang kedua sisinya terpasang palu dan catut.

Kepada kedua gembala kecil itu Bunda Maria menangis sambil menyampaikan kabar yang amat penting:

Jika umatku tidak mau tunduk, aku terpaksa melepaskan lengan Putera-Ku. Lengan-Nya begitu berat, sehingga aku tidak dapat menahannya lagi.

Sudah demikian lama aku menderita karenamu! Apabila kuinginkan agar Puteraku tidak meninggalkan kamu, Aku terpaksa tidak henti-hentinya berdoa bagimu, dan kamu sama sekali tidak memperdulikannya.

Bagaimana-pun kamu berdoa, serta apapun yang kamu lakukan, kamu tidak pernah akan dapat membalas jerih payah yang yang telah kulakukan untukmu

Enam hari telah kuberikan kepadamu untuk bekerja, satu hari (hari ketuju) kusediakan untukku sendiri dan aku tidak mendapatkannya. Inilah yang membuat lengan Puteraku begitu berat.

Demikian juga apabila tukang pedati menyumpah-nyumpah, mereka menyalahgunakan nama Putera-Ku. Dua hal inilah yang membuat lengan putera-Ku begitu berat.

Kalau panenan gagal, kamulah penyebabnya. Tahun yang lalu hal itu telah kuperlihatkan kepadamu pada panenan kentang, tetapi kamu sama sekali tidak menghiraukannya. Sebaliknya, apabila kamu jumpai kentang-kentang yang busuk, kamu menyumpah-nyumpah menyalahgunakan nama Putera-Ku. Ini akan berlanjut dan tahun ini, pada hari-hari Natal tidak akan ada kentang lagi

Apabila ada pada kalian jagung, maka tak akan ada gunanyalah menabur benih. Binatang-binatang liar akan melahap apa yang kalian tabur. Dan semuanya yang tumbuh akan menjadi debu ketika kalian mengiriknya.

Suatu bencana kelaparan hebat akan datang. Tetapi sebelum itu terjadi, anak-anak di bawah usia tujuh tahun akan diliputi kegentaran dan mati dalam pelukan orangtua mereka. Orang-orang dewasa akan harus membayar hutang dosa-dosa mereka dengan kelaparan. Buah-buah anggur akan menjadi busuk, dan biji-bijian akan menjadi rusak.”

 

Lebih lanjut Bunda Maria berpesan kepada kedua gembala kecil itu:

“Kalau orang bertobat, batu dan karang akan berubah menjadi gundukan gandum. Dan kentang akan tumbuh bertebaran di ladang. Apakah kamu berdoa dengan baik anak-anakku?”

Mendengar pertanyaan Bunda Maria, kedua gembala kecil itu menjawab: “Tidak Nyonya.” Mendengar jawaban mereka, Bunda Maria kembali berkata kepada mereka:

“Anak-anakku, kamu perlu berdoa sore dan pagi hari; kalau kamu tidak dapat melakukannya dengan lebih baik, doakanlah paling tidak Bapa Kami dan Salam Maria, tetapi kalau ada waktu berdoalah lebih banyak.”

            Setelah selesai menyampaikan pesannya, Bunda Maria meminta kepada kedua gembala kecil itu untuk menyampaikan pesan itu kepada umat di La Sallete. Kemudian wanita itu mendaki puncak bukit. Di puncak, ia berdiri kira-kira satu setengah meter ketinggiannya, lalu ia memandang ke langit, kemudian memandang ke bumi. Ia berdiri di tengah cahaya dan pelan-pelan menghilang.

 

Dipublikasi di MSF | Meninggalkan komentar

Pater Berthier, MS.


“karena tidak ada pohon yang baik yang berbuahkan buah yang tidak baik dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang berbuahkan buah yang baik (Lukas 6: 43)”. Merenungkan Sabda Tuhan itu, saya teringat kisah dan perjuangan Jean Berthier MS yang lebih dikenal sebagai pendiri Konggregasi MSF. Untuk mengenal lebih jauh pribadi Pater Berthier MS, terlebih dahulu perlu mengenal keluarganya sebagai pendidik utama dalam pembentukan karakternya. Sehingga bisa dimengerti mengapa Pater Berthier mempunyai semangat juang yang tinggi dalam misinya.

Jean Berthier, demikian nama lengkapnya, lahir pada tanggal 24 Februari 1840 di Dauphine, Chatonay, Perancis. Dia lahir sebagai anak sulung dari keluarga petani yang sederhana. Oleh ayahnya, Jean Berthier dididik sebagai anak yang tekun dan mempunyai kemauan yang kuat. oleh ibunya, Jean Berthier dididik sebagai anak yang saleh dan menghayati Katolik secara baik. Ayahnya sangat bangga kepada Jean Berthier karena Berthier kecil tumbuh menjadi anak yang rajin, pandai dengan daya ingat yang luar biasa. Melihat bakat Jean Berthier, ayahnya menyekolahkan Berthier saat musin dingin, bahkan rela memanggul anaknya untuk sekolah. Ayahnya juga yang mengajarkan cara membaca Kitab Suci dan mengucapkan nama-nama yang sukar dengan betul.

Jean Berthier sendiri bangga dengan ibunya. Beliau berkata, “saya berpikir bahwa satu dari rahmat terbesar yang Tuhan berikan kepadaku adalah seorang ibu yang saleh. Dia menegur, membina saya dan tidak membiarkan saya melakukan sesuatu yang negative. Ibuku mengerti bahwa ia pertama-tama seorang Katolik dan kemudian baru seorang ibu. Dan bahwa tugasnya yang paling penting adalah menjadikan saya pengikut Kristus”. Soal masa depan, ayahnya ingin Berthier menjadi seorang petani yang sukses dan bisa membantu dirinya. Sedangkan ibunya, menginginkan Berthier masuk sekolah persiapan masuk seminari sesuai usulan dari romo parokinya. Berkat bujukan isterinya dan romo parokinya, ayah Berthier akhirnya mengijinkan Berthier masuk sekolah seminari.

Jean Berthier tumbuh menjadi anak yang mempunyai semangat juang yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kisah hidupnya. Pertama, pada umur 13 tahun, Jean Berthier masuk seminari menengah di Grenoble, Perancis. Karena kemampuanya yang tinggi, Berthier langsung masuk kelas 3. Akibatnya, Berthier harus mengejar ketertinggalan dalam pelajaran. Beban study yang berat ditambah rasa rindu pada kampong halamannya menjadi perjuangan yang berat di awal-awal masuk seminari menengah. Semua itu dapat dilewati, bahkan akhirnya Berthier dapat mencapai rangking yang tinggi di akhir tahun, berkat intelek dan semangat juangnya yang tinggi.

Kedua, pada tanggal 20 September 1862, Jean Berthier ditahbiskan menjadi imam pada Konggregasi Maria La Sallete (MS). Setelah itu Pater Barthier masuk Novisiat. Novisiat dijalaninya selama 3 tahun karena beberapa kali Pater Berthier menderita sakit. Karena sakitnya, Pater Berthier harus meninggalkan Gunung La Sallete untuk pemulihan. Selama pemulihan, Pater Berthier tetap berjuang dengan menjadi guru untuk keluarga bangsawan, membantu di sebuah paroki dan mengarang buku. Sakit tidak menjadi halangan bagi Pater Berthier untuk tetap berkarya.

Ketiga, pada tahun 1876, Pater Berthier ditunjuk oleh konggregasinya untuk merintis sekolah apostolik (seminari-sekolah untuk mendidik calon imam). Pater Berthier tidak hanya menjadi direktur, tetapi juga satu-satunya pengajar full-time di seminari itu. Perjuangan Pater Berthier bukannya tanpa rintangan. Seperti saat ia dan seminarisnya harus mengungsi ke Loeche, Swiss karena situasi Perancis tidak memungkinkan lagi untuk perkembangan seminari dan anak didiknya. Undang-undang anti klerikal yang berkembang di Perancis pada tahun 1880 tidak memungkinkan bagi Pater Berthier untuk mendirikan seminari bagi anak didiknya yang sudah memasuki jenjang novisiat (tahun rohani). Belum lagi keuangan yang terbatas membuat mereka hidup dalam kemiskinan yang hebat. Semua kesulitan tersebut tidak menyurutkan perjuangan Pater Berthier.

Keempat, pada tanggal 28 September 1895, Pater Berthier merintis sekolah apostolik yang baru di Grave, Belanda untuk mendidik calon misionaris. Inilah cikal bakal Konggregasi Misionaris Keluarga Kudus (MSF) Latar belakang pendirian sekolah apostolik ini adalah keprihatinan Pater Berthier akan adanya “panggilan terlambat (14-30 tahun)”. Panggilan terlambat berarti anak-anak yang ingin menjadi imam tetapi tidak bisa masuk seminari karena sudah berusia lebih dari 14 tahun. Selain itu, karena melihat kebutuhan Gereja akan tenaga misionaris ke Asia dan Afrika seperti yang disuarakan oleh Paus Leo XIII.

Nama Keluarga Kudus dipilih sebagai nama untuk konggregasi barunya karena Pater Berthier sadar betul bahwa dalam Keluarga kudus, Yesus dididik dan dipersiapkan sebagai Imam Agung. Dalam Keluarga Kudus sendiri hiduplah ketiga pribadi suci yang pernah hidup di dunia dan di sinilah segala kebajikan dihayati dalam bentuk yang paling sempurna. Keluarga Kudus dipandang sebagai suri teladan dari segala kebajikan seperti: kesederhanaan, kerendahan hati, kerajinan, kerja sama, semangat berdoa serta teladan kesucian.

Semangat juang yang tinggi dan tidak kenal menyerah nampak dalam usaha Pater Berthier merintis seminari yang baru itu. Rintangan datang silih berganti, misalkan ijin yang sulit dari pimpinan Konggregasi MS. Pada akhirnya, Pater Berthier mendapat restu dan dukungan dari Paus Leo XIII berkat lobi dari Kardinal Langenieux (Uskup Reims, Perancis) dan Kardinal Rampolla, Sekretaris Negara Vatikan. Situasi di Belanda sebagai tempat yang masih baru bagi Pater Berthier juga menjadi perjuangan tersendiri. Belum lagi kondisi sarana-prasarana yang terbatas dan kondisi kesehatan yang sering terganggu. Semua rintangan itu tidak menyurutkan niat dan perjuangan Pater Berthier untuk menjadi pimpinan dan pengajar yang handal bagi para seminarisnya. Bahkan di tengah-tengah kesibukannya, Pater Berthier masih sempat menulis buku dan membuat karangan untuk majalah. Bagi Pater Berthier, waktu perlu dipergunakan sebaik-baiknya jika ingin berhasil. Sebagaimana ia pernah berkata, “sejak belajar di seminari tinggi, saya tidak bisa mengerti bagaimana seorang imam dapat membiarkan satu menit tanpa berbuat sesuatu”.

Begitulah Pater Berthier, seorang imam yang mempunyai semangat juang yang tinggi, pantang menyerah, peka akan kebutuhan jaman, rajin, sederhana dan perhatian. Semua nilai baik yang ada dalam dirinya tidak bisa dilepaskan dari peran keluarganya. Keluarga adalah gereja basis atau seminari dasar yang mestinya memiliki empat sikap dasar, yakni: Ke-cilkan emosi, Lu-askan isi hati, Ar-ahkan ke ilahi dan Ga-lang relasi. Keempat sikap dasar tersebut dirasakan oleh Pater Berthier dari keluarganya.

 

Sumber:

  • Panitia Centenario Wafat Pater Berthier, Jean Berthier, MS (Pendiri Konggregasi Misionaris Keluarga Kudus-MSF (1840-1908), Yogyakarta: 2008.
  • Jost Kokoh, Pr, Jean Baptiste Berthier, Petrus-Pejuang Kristus dalam XXI Interupsi, Tokoh-Tokoh Katolik Pangguncang Dunia, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hal 51-60
Dipublikasi di MSF | Meninggalkan komentar

MISIONARIS KELUARGA KUDUS

 

Nama resmi MSF adalah Congregatio Missionariorum a Sacra Familia, atau dalam bahasa Indonesia adalah Kongregasi para Misionaris Keluarga Kudus. Dari situ dapat dikenal bahwa MSF adalah kongregasi/tarekat/serikat para imam dan bruder misionaris yang menghidupi keutamaan Keluarga Kudus Nazareth. Dua unsur utama yang menjadi ciri khas MSF dan para anggotanya adalah: 1) Mereka adalah para misionaris, artinya siap diutus (missio [Latin]: perutusan). Diutus baik ke tempat-tempat yang jauh, atau juga kepada orang-orang yang jauh dari Tuhan meskipun tempatnya dekat. 2) Mereka menempatkan Keluarga Kudus sebagai teladan yang utama, dengan ciri khas kekeluargaan yang akrab dan saling mengasihi.

Sejarah

Sejarah MSF dapat ditelusur sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. MSF sendiri didirikan pada tanggal 28 September 1895 di kota Grave, Belanda. Namun demikian proses pendirian MSF telah dimulai sejak jauh sebelumnya. MSF dirintis dan didirikan oleh Romo Jean Berthier MS, yang berasal dari Prancis. Dia adalah seorang imam anggota tarekat Maria la Salette (MS). Tugasnya bersama para romo MS lainnya adalah melayani peziarah yang datang ke gunung La Salette, Prancis, tempat Bunda Maria pernah menampakkan diri dan menyampaikan pesan pertobatan. Sepanjang tahun tempat itu ramai dikunjungi para peziarah, kecuali pada musim dingin karena salju terlalu tebal sehingga gunung tidak dapat dikunjungi.

Pada musim dingin, saat tidak sedang pertugas itulah Romo Berthier mengadakan ‘misi umat’, yaitu berkeliling dari paroki ke paroki, memberikan rangkaian retret kepada keluarga-keluarga. Sepanjang karyanya Romo Berthier telah berkeliling di 16 keuskupan di Prancis. Latar belakang karya itu adalah situasi Prancis setelah Revolusi Prancis (1789) di mana umat mulai meninggalkan iman mereka dan hidup seenaknya sendiri. Saat berkeliling dari paroki ke paroki itulah Romo Berthier menemukan suatu kenyataan berikut: di satu sisi, terasa bahwa kebutuhan akan pelayanan imam sangat besar. Umat sungguh merindukan kehadiran sosok imam untuk melayani kehidupan iman mereka. Di sisi lain, banyak pemuda sebenarnya ingin menjadi seorang imam namun terhalang oleh aturan umum. Mereka umumnya terlalu terlalu tua (pada waktu itu, batas usia maksimal untuk masuk seminari adalah 14 tahun) dan juga terlalu miskin.

Melihat kenyataan itu, Romo Berthier mempunyai gagasan untuk menampung di dalam tarekatnya para pemuda yang mempunyai ‘panggilan terlambat’ dan yang miskin, mendidik mereka menjadi imam untuk memenuhi kebutuhan Gereja. Namun ketika Romo Berthier menyampaikan kepada pimpinannya di tarekat MS, gagasan ini ditolak. Akhirnya Romo Berthier memohon izin untuk menangani karya khusus untuk mendidik para pemuda tersebut di luar struktur tarekat MS. Setelah melalui usaha yang tidak mudah, beliau diizinkan. Bahkan izin diurusnya tidak hanya kepada pimpinan tarekatnya, namun sampai kepada Bapa Paus di Roma. Dengan demikian posisinya menjadi sangat kuat.

Dengan izin tersebut, Romo Berthier memulai karya barunya. Pada awalnya dia hanya akan mendirikan sebuah institut atau seminari (dalam bahasa waktu itu: sekolah apostolik) yang bersifat umum, tidak terikat tarekat tertentu. Namun dalam pemikirannya, akhirnya dia merasa akan lebih baik jika suatu tarekat yang baru dapat didirikan. Dengan demikian dia mendirikan suatu tarekat yang sama sekali baru, yang diberinya nama MSF. Karena situasi di Prancis yang sulit, di mana pemerintahnya anti Gereja, tarekat ini didirikan di kota Grave, Belanda. Rumah induk yang pertama adalah suatu kompleks bekas tangsi militer. Tarekat ini meneladan Keluarga Kudus Nazareth, dan diletakkan dalam perlindungan Bunda Maria Pendamai, yang menampakkan diri di Gunung La Salette, sehingga dikenal dengan Bunda Maria La Salette. Romo Berthier tetap mendampingi Tarekat yang masih muda ini, sejak didirikan pada tahun 1895 sampai saat beliau meninggal pada tahun 1908.

Perkembangan

Selama lebih dari 100 tahun ini MSF berkembang dengan sangat pesat. Pada awalnya MSF hanya berkarya di kawasan Eropa. Pada tahun 1910 mereka mengutus para misionaris yang pertama ke luar Eropa, yakni ke Brasil. Pada tahun 1926, MSF mengutus para misionaris ke Hindia Belanda (Indonesia). Pada tahun 1932, MSF mulai berkarya di Jawa, pertama-tama di Semarang dan kemudian dengan cepat berkembang ke berbagai daerah lain.

MSF internasional saat ini berkarya di berbagai negara di empat benua: Eropa (Belanda, Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Polandia, Belarusia, Ukraina), Amerika (Amerika Serikat, Brasil, Bolivia, Argentina, Cile), Asia-Pasifik (Indonesia, Papua Nugini, Filipina), dan Afrika (Madagaskar). Sumbangan anggota terbesar bagi MSF adalah dari Polandia, sedangkan nomor dua adalah Indonesia. Saat ini ada sekitar 900 imam MSF di seluruh dunia, lebih dari 150 di antaranya berasal dari Indonesia.

MSF di Indonesia diatur dalam 2 provinsi, yaitu provinsi Jawa dan provinsi Kalimantan. Cikal bakal Provinsi Jawa bermula sejak kedatangan tiga misionaris pertama dari Belanda di Semarang pada tahun 1932. Dari Semarang, MSF bergerak ke utara dan melayani umat di pesisir pantai utara Jawa. Kemudian pelayanan diperluas sehingga menjangkau wilayah-wilayah lain juga. Saat ini MSF propinsi Jawa melayani karya di Keuskupan Agung Semarang (Atmodirono, Sendangguwo, Pati, Kudus, Jepara, Purwodadi, Purwosari, Kleco, Banteng, Minomartani, Salatiga, Temanggung, Parakan), Keuskupan Agung Jakarta (Rawamangun, Jagakarsa), Keuskupan Larantuka (Lewolaga, Lato), Keuskupan Pangkal Pinang (Sungai Liat), Keuskupan Tanjung Selor (Nunukan, Sungai Kayan, Sebuku). MSF Propinsi Jawa juga mengutus para anggotanya menjadi misionaris atau melaksanakan tugas-tugas lain di berbagai wilayah di Kalimantan, Papua Nugini, Filipina, Jerman, Cile, Italia, Amerika Serikat.

Karya dan pelayanan

Misi. Sesuai dengan namanya, MSF didirikan sebagai sebuah tarekat misionaris, artinya para anggota MSF siap untuk diutus kepada mereka yang jauh. Mereka yang jauh itu bisa berarti geografis, yaitu orang-orang yang tinggal di pedalaman, daerah pelosok, di luar negeri, yang belum atau kurang mendapat pewartaan kabar gembira. Mereka yang jauh bisa juga berarti orang-orang yang meskipun secara geografis dekat namun secara hidup keimanan jauh dari Tuhan.

Kerasulan. Kerasulan dilaksanakan dalam karya baik di paroki maupun kerasulan-kerasulan khusus (kategorial). Karya kerasulan di paroki berarti para anggota MSF menjalankan kehidupan paroki sesuai dengan semangat dan kekhasan MSF, sedangkan karya-karya kategorial secara khusus menangani kerasulan tertentu. Tiga karya kerasulan utama MSF adalah kerasulan keluarga (pendampingan bagi keluarga-keluarga Katolik dalam setiap aspek kehidupannya), kerasulan panggilan (mengajak sebanyak mungkin orang terlibat dalam karya pelayanan dalam Gereja, khususnya dengan menjalani hidup bakti sebagai imam, biarawan, dan biarawati), dan kerasulan missioner (mengembangkan semangat bermisi, baik kepada anggota MSF sendiri maupun kepada umat yang dilayani sehingga semua terlibat dalam perutusan untuk menyebarkan kabar gembira). Secara khusus MSF di Indonesia dikenal memiliki kekhasan pelayanan dalam kerasulan keluarga. MSF mempunyai suatu lembaga Pusat Kerasulan Keluarga (PPK) di Semarang yang menjadi pusat kegiatan, pelatihan, dan informasi kerasulan. Selain itu para imam MSF dipercaya untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan kerasulan keluarga di berbagai keuskupan.

Jenjang Pendidikan

Sesuai dengan semangat Romo Berthier ketika tarekat ini didirikan, kekhasan pendidikan MSF adalah mendampingi para calon yang terpanggil saat sudah ‘terlambat’ dalam ukuran normal, dan tidak mampu secara ekonomi. Saat ini, seorang pemuda dapat diterima di postulat MSF maksimal pada usia 32 tahun, namun calon yang lebih muda juga diterima, paling sedikit dia sudah lulus SMA atau sederajat. Pertama-tama seorang calon akan dididik di Postulat, kemudian dilanjutkan di Novisiat (Tahun Rohani). Keduanya ada di Salatiga. Selanjutnya calon akan menempuh pendidikan di Skolastikat MSF Yogyakarta, dengan diselingi Tahun Orientasi Pastoral di medan karya. Lama pendidikan calon imam MSF sejak masuk sampai dengan tahbisan sekitar sembilan tahun

Dipublikasi di MSF | Meninggalkan komentar